Sejarah perkembangan demokrasi menjadi mantra yang ampuh, tapi mungkin  ini menjadi sinyalemen yang keterlaluan, karena Demokrasi, memiliki arti  yang baik. Semua orang dengan gampang akan bilang, demokrasi secara  etimologi berasal dari gabungan dua kata bahasa yunani, yakni Demos  (Rakyat) dan Kratos (pemerintah) atau dalam bahasa ringkasnya  ”Pemerintahan Oleh Rakyat”. Mengapa rakyat...? Karena ”Vox Dei Vox  Populi” yang berarti suara rakyat suara tuhan.  Tapi ketika definisi yang dipakai, muncul hujan pertanyaan: siapa yang  dimaksud dengan rakyat.....? kiranya Athena, salah satu kota di yunani,  tempat pertama tercetusnya ide dari sistem politik demokrasi.  Adalah Plato yang mengusulkan terbentuknya pemerintahan yang dikemudikan  oleh orang bijak. Kalau mengamalkan arti demokrasi dalam artian  ”Pemerintahan Oleh Rakyat”, tetapi plato cemas nantinya akan meledak  anarki. Secara berangsur-angsur paham demokrasi kemudian bukan sekedar mekanisme  untuk membatasi kekuasaan melainkan juga bersangkut-paut dengan  bagaimana pembangunan masyarakat-industrial-kapitalis-modern. Menindaklanjuti dengan menyusun kriteria atau nilai-nilai untuk sistem  yang demokrasi diantaranya
(1) kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas  diantara individu-individu dan kelompok masyarakat.
(2) partisipasi  politik yang melibatkan semua warga atau rakyat.
(3) tingkat kebebasaan  sipil dan politik yang memadai.
 Sebagai sebuah konsep politik, demokrasi bukan tidak mengandung cacat.  Ada banyak ilmuwan yang melakukan kritik pada konsep yang satu ini.  Suatu konsep politik yang bertolak dari fakta bahwa politik telah  diciutkan pengertiannya menjadi sekedar suatu kegiataan instrumental  untuk memenuhi kepentingan-kepentingan pribadi yang hanya mementingkan  diri-sendiri.  Tetapi demokrasi kemudian dipercaya bahwa setiap kelompok kepentingan  yang berbeda bisa secara perlahan-lahan dirangkul dalam kepentingan  kolektif. Padahal pemenuhan atas hak-hak tertentu akan mengakibatkan  pengucilan atau pengurangan atas hak-hak lainnya.  Disini demokrasi kemudian jadi konsep yang utopis, karena mengabaikan  konflik kepentingan dan memandang kekuasaan secara netral. Disini demokrasi kemudian mendapat gugatan, terutama tidak adanya garis  batas antara kita dan mereka. Lintas batas kekuasaan masing-masing  kelompok hanya dikompetisikan melalui partai politik dan pemilu. Itu  sebabnya contoh penerapan ideal konsep selalu merujuk pada negara-negara  maju.  Karena disana prosedur demokrasi yang memfasilitasi keberadaan  lembaga-lembaga formal serta bagaimana perumusan metode pengambilan  keputusan yang lebih diutamakan.  Maka hakiki kedaulatan rakyat dipandang utopis sehingga yang diandalkan  dari konsep demokrasi memang sekedar jaminan partisipasi meluas yang  ditampung dalam struktur kelembagaan. Karakter demokrasi semacam inilah  yang kemudian mengundang perdebatan di berbagai kalangan. Karena partisipasi secara sama dalam pengambilan keputusan sebenarnya  tidak ada..! Mengapa..?Geoff Mulgan” mengisyaratkan beberapa gejala: pertama, ide demokrasi yang mengurangi peran negara bukan kemudian  mendorong keaktifan rakyat melainkan tampilnya kelas  ”profesional”politik yang akan menggantikan posisi rakyat. Politik  menjadi diprofesionalkan, karena ”orang kebanyakaan”digantikan oleh  politikus karier yang berbuat karena aturan yang ditetapkan oleh  komplotan oligarkhi.  Kedua: desakan untuk keterbukaan, ironisnya dimanfaatkan untuk kiprah  kekuataan pasar sehingga hukum demokrasi, bukan dari rakyat untuk rakyat  tapi dari penguasa untuk penguasa.  Ketiga : pesatnya perkembangan media telah mengurangi banyak kekuataan  potensial para pemilih, karena pengumpulan opini, sifatnya hanya mendaur  ulang proses legitimasi Tampilnya kelas profesional politik ini telah meruntuhkan mithos  partisipasi yang selama ini didengung-dengungkan. Dimana kiprah para  profesional politik ini..? partai politik menjadi kendaraan karir  mereka.  Mandat partai sebagai medium pendidikan, rekrutmen hingga penempatan  perwakilan sudah tidak berlaku lagi. Yang ada dalam dunia partai,  kecurangan pada sejumlah pemilih, sentralisasi pengurus melebihi suara  rakyat bahkan mencuri platfrom partai lain untuk meningkatkan performa.  Dan pada saat ini masih banyak hak-hak warga dirampas secara paksa oleh  penguasa atau pemerintah dengan cara kekerasan yang dilakukan oleh  pemerintah.  Dalam arti rakyat menuntut haknya dengan cara melakukan protes terhadap  kebijakan yang tidak populis telah berulang kali terjadi, tetapi di  lawan pemerintah dengan cara kekerasaan apakah ini yang dinamakan  demokrasi semakin menunjukan bagaimana watak perilaku penguasa sekarang.   Dalam bahasa yang ekstrem bisa disebut bahwa kehidupan politik di  indonesia secara psikokultural tidak murni berbentuk demokrasi yang  sesungguh-sesungguhnya tetapi masih bercampur dengan cara feodalisme.  Meski mengakui bahwa setiap warga negara memiliki atau berhak menuntut  kesejahteraan mereka sebagai rakyat namun tetapi sistem demokrasi di  indonesia semakin rancu maka kondisi tersebut sekaligus menggambarkan  kemunduran proses demokrasi di indonesia saat ini.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar