Mayoritas
responden menilai perlu larangan tegas terhadap narapidana korupsi untuk
menjadiPNS. Larangan tegas terhadap narapidana korupsi untuk menjadi pejabat
publik itu dimaksudkan agar muncul
kepastian hukum untuk membangun moralitas politik yang lebih baik. Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2009telah
dilaksanakan oleh bangsa ini dengan lancar, tertib, dan aman. Melalui pemilu
legislatif yang diselenggarakan pada 9 April 2009, kini telah dihasilkan
anggota legislatif pilihan rakyatkarena melalui pemilu 2009 ini mekanisme
penentuan calon legislatif terpilih periode 2009-2014menggunakan sistem suara
terbanyak. Rakyat sekali lagi membuktikan rasionalitas dankedewasaannya dalam
berdemokrasi di bumi Indonesia tercinta ini. Namun,
ibarat pepatah yang mengakatakan “Tak ada gading yang tak retak”, pelaksanaan
pemilu legislatif
tahun 2009 tidak terlepas dari kekurangan. Terjadinya pelanggaran dalam
pelaksanaan pemilu legislatif kemarin tidak terhindarkan, entah karena
adanya unsur kesengajaan maupunkarena kelalaian.Potensi pelaku pelanggaran
pemilu dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemiliham UmumAnggota DPR, DPD, dan
DPRD (UU Pemilu) antara lain : penyelenggara pemilu, peserta
pemilu, profesi media cetak/elektronik, pemantau pemilu, masyarakat
pemilih, pelaksana survey/hitung cepat, dan
umum yang disebut sebagai “setiap orang”. Walaupun demikian, dalam upaya
menghasilkan wakil rakyat yang demokratis secara substantif dan bukan
sekedar prosesi ritual belaka, pemilu 2009 telah dilengkapi dengan tersedianya
aturanmain yang jelas dan adil bagi semua peserta pemilu, adanya penyelenggara
yang independen dantidak diskriminatif, pelaksanaan aturan yang konsisten, dan
adanya sanksi yang adil kepadasemua pihak.Secara khusus terhadap pelanggaran
yang menyangkut masalah perilaku yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu,
seperti KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Panitia PemilihanKecamatan
(PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan jajaran sekretariatnya,
cara penanganannya telah diatur dalam Peraturan KPU tentang Kode Etik
Penyelenggara Pemilu. Halyang sama juga berlaku bagi anggota Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,dan jajaran sekretariatnya, yang terkait
dengan Kode Etik Pengawas Pemilu.Kode etik bertujuan untuk memastikan
terciptanya penyelenggara pemilu yang independent, berintegritas dan
kredibel, sehingga pemilu bisa terselenggara secara Langsung, Umum,
Bebas,Rahasia, Jujur dan Adil. Di dalam kode etik termaktub serangkaian pedoman
perilaku penyelenggara pemilu, KPU, Pengawas Pemilu, serta aparat
sekretariat KPU dan Panwaslu, disemua tingkatan dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya.Secara garis besar prinsip-prinsip dasar kode etik penyelenggara
dan pengawas pemilu,meliputi : menggunakan kewenangan berdasarkan hukum;
bersikap dan bertindak non-partisandan imparsial; bertindak transparan dan
akuntabel; melayani pemilih menggunakan hak pilihnya;tidak melibatkan diri
dalam konflik kepentingan; bertindak professional; dan administrasi pemiluyang
akurat.Adapun rincian implementasi dari prinsip dasar kode etik tersebut bisa
kita pelajari dalamPeraturan KPU No.31 Tahun 2008 tentang Kode Etik
Penyelenggara Pemilihan Umum.Sehingga diharapkan semua pihak bisa melakukan
kontrol dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara
pemilu, apakah sudah sesuai dengan kode etik atau malah menyimpang jauh
darikode etik yang ada.
Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran
Kode Etik
Sumber : http://id.scribd.com/doc/137686384/Contoh-Kasus-Pelanggaran-Etika-Di-Masyarakat-Dan-Solusinya